Oke, mau share nih sinopsis beberapa novel sastra yang pernah aku
baca waktu aku duduk di bangku sekolah menengah atas, dan emang sengaja
ngerangkum di buat sinopsisnya u/ nambahain nilai BAHASA INDONESIA.
Awalnya, aku punya masalah sama nilai bahasa Indo yang selalu
rata-rata kkm, dan pengen banget dapet nilai diatas 77 paling enggak 8
keatas lah ahahaa. Dan setelah perundingan panjang lebar serta sedikit
ngerayu ibu guru bahasa Indo, akhirnya aku dan temen sebangku (beta)
punya kesempatan buat bagusin nilai bahasa Indo yang pas"an itu, biar
dikelas 3 entar nilainya gak terlalu keliatan ngepas aja. Bukan aku aja
kok yang nilainya pas"an tapi ada banyak murid lainnya, tapi emang kita
berdua yang kerajinan sama pengen bagusin nilai bahasa Indo.
Pasti
setuju kalo ngecek nilai di raport bagusan mana nilai BAHASA INDONESIA
sama BAHASA INGGRIS??? pastinya nilai bahasa inggris, walaupun kalian juga
bukan orang bule kan?. Tapi kenapa? apa penyebabnya Bahasa Indonesia
nilainya selalu rendah, bahkan lo ngerasa seneng kalo dapet nilai Bahasa
Indonesia paling bagus itu rata-rata kkm (walaupun ngepas)
Dari
semua mapel yang paling keliatan gampang tapi ternyata paling susah yaa
ini nih, satu mapel ini BAHASA INDONESIA. Kalo lagi dijelasin dan
diterangin guru itu keliatan gampang banget, nah pas ngerjain soal entah
itu soal ulangan harian/UTS/UAS/UN horornya udah kayak soal MATEMATIKA.
Dan paling males dari ngerjain soal Bahasa Indonesia adalah. waktu di
bagiin soalnya aja udah keliatan lembarannya paling banyak. "MEMBACA"
itu sebenernya kunci kalo mau menjadi penerus bangsa generasi muda yang
pintar, cerdas, dan sukses. Walaupun udah banyak yang tau kalo membaca
dapet nambah ilmu, tapi buktinya kebanyakan orang khususnya di negara
kita tercinta ini, Orang-orangnya pada males membaca, tingkat kesadaran
untuk membaca juga di Indonesia sangat rendah, beda dengan negara-negara
di luaran sana yang udah maju.
Maka dari itu, jangan
cuman ngeluh kenapa Indonesia belum bisa menjadi negara maju? kalo pada
dasarnya aja, pola pikir masyarakat Indonesia belum bisa mencerminkan
menjadi masyarakat maju.
Apa yang salah dari masyarakat Indonesia
saat ini? gak ada yang salah, cuman setau aku kalo mau menjadikan
nergara itu menjadi negra maju maka benerin dulu SDM-nya. Kalo kata
dosen sosio-ekonomi gue, "buat apa punya sumber daya alam melimpah
kalo sumber daya manusianya masih rendah, yang ada sumber daya alamnya
bakalan terbengkalai, tidak dapat di olah secara maksimal".
yawdah
gak usah terlalu dipikirin di kesempatan kali ini kan gue cuman mau
share sinopsis novel sastra lama yang berjudul "SITI NURBAYA".
*di baca dulu sebelum langsung di copas ya ^^
GENERASI MUDA YANG CERDAS ADALAH GENERASI YANG GEMAR MEMBACA
Novel Sastra
a
Wajib
Siti Nurbaya
Pengarang : Marah Rusli
Pelaku : Siti Nurbaya, Samsulbahri, Datuk Maringgih,
Baginda Sulaiman, dan Sultan Mahmud.
Sinopsis
Seorang penghulu di Padang yang
bernama Sutan Mahmudsyah dengan
isterinya, Siti Mariam yang berasal
dari orang kebanyakan mempunyai seorang anak tunggal laki-laki yang bernama Syamsul Bahri. Rumah Sutan Mahmudsyah
dekat dengan rumah seorang saudagar bernama Baginda Sulaeman. Baginda Sulaeman
yang mempunyai seorang anak perempuan tunggal bernama Siti Nurbaya. Mereka itu sangat karib sehingga seperti kakak dengan
adik saja Pada suatu hari setelah pulang dari sekolah, Syamsul Bahri mengajak
Siti Nurbaya ke gunung Padang bersama-sama dua orang temannya, yakni Zainularifin, anak seorang jaksa kepala
di Padang yang bernama Zainularifin akan melanjutkan sekolahnya ke Sekolah
Dokter Jawa di Jakarta. Sedang Bahtiar melanjutkan ke Sekolah Opzicther (KWS)
di Jakarta pula. Syamsul Bahri pun akan melanjutkan ke Sekolah Dokter tersebut.
Pada hari yang ditentukan, berangkatlah mereka bertamasya ke Gunung Padang. Di
Gunung Padang itulah Syamsul Bahri menyatakan cintanya kepada Siti Nurbaya dan
mendapat balasan. Sejak itulah mereka itu mengadakan perjanjian akan sehidup
semati. Pada suatu hari yang telah ditentukan,
berangkatlah Syamsul Bahri melanjutkan sekolahnya ke Jakarta. Sekolahnya
menjadi satu dengan Zainularifin. Di Padang ada seorang orang kaya bernama Datuk Maringgih. Ia selalu berbuat kejahatan secara halus sehingga
tidak diketahui orang lain. Kekayaannya itu didapatnya dengan cara tidak halal.
Untuk itu ia mempunyai banyak kaki tangan, antara lain ialah Pendekar Tiga,
Pendekar empat, dan Pendekar Lima. Melihat kekayaan Baginda Sulaeman Datuk Maringgih merasa tidak senang,
maka semua kekayaan Baginda Sulaeman diputuskan akan dilenyapkan. Dengan
perantara kaki tangannya itu, dibakarlah tiga buah toko Baginda Sulaeman,
perahu-perahunya yang penuh berisi muatan ditenggelamkannya. Untuk memperbaiki perdagangannya itu, Baginda Sulaeman
meminjam uang kepada Datuk Maringgih sebanyak sepuluh ribu rupiah, karena untuk
mengembalikan uang pinjaman itu ia masih mempunyai pengharapan atas hasil kebun
kelapanya. Tetapi alangkah terkejutnya ketika diketahuinya semua pohon
kelapanya sudah tidak berbuah lagi. Kebun kelapanya itu oleh para kaki tangan
Datuk Maringgih diberi obat-obatan, sehingga pohon kelapanya tidak ada yang
berbuah sedikitpun. Disamping itu, karena hasutan kaki tangan Datuk Maringgih
semua langganan yang telah berhutang kepada Baginda Sulaeman mengingkari
hutangnya. Dengan demikian, tiba-tiba Baginda Sulaeman menjadi orang yang
sangat melarat, sehingga ia tidak dapat membayar hutangnya yang sepuluh ribu
rupiah itu. Barang-barangnya masih ada hanya kira-kira seharga tujuh ribu
rupiah. Karena Baginda Sulaeman tak dapat
membayar utangnya, maka Datuk Maringgih bermaksud hendak menyita barang-barang
milik Baginda Sulaeman, kecuali jika
Siti Nurbaya diserahkan kepadanya sebagai istrinya. Mula-mula Siti Nurbaya
tidak sudi tetapi ketika melihat ayahnya digiring hendak dimasukkan penjara,
maka secara terpaksalah ia mau menjadi istri Datuk Maringgih walaupun
sebenarnya hatinya sangat benci padanya. Selanjutnya kejadian yang menimpa diri
ayah dan dirinya sendiri itu segera diberitahukan oleh Siti Nurbaya kepada Syamsul
Bahri di Jakarta. Setelah setahun di Jakarta,
menjelang bulan puasa, pulanglah Syamsul Bahri ke Padang. Setelah menjumpai
orang tuanya semuanya sehat walafiat, pergilah ia ke rumah Baginda Sulaeman,
setelah ia mendengar dari Ibunya bahwa Baginda Sulaeman sakit. Sesampainya ke
tempat yang dituju, dijumpainya Baginda Sulaeman sedang terbaring karena sakit.
Tak lama setelah kedatangan Syamsul Bahri itu, datanglah Siti Nurbaya karena
ayahnya mengharapkan kedatangan. Maka berjumpalah Syamsul Bahri dengan Siti
Nurbaya. Beberapa hari kemudian, bertemu pula Syamsul Bahri dengan Siti
Nurbaya, pertemuan itu terjadi pada malam hari. Kedua asyik masyuk itu tidak
mengetahui bahwa gerak-gerik mereka itu sedang diikuti oleh Datuk Maringgih
beserta kaki tangannya. Karena tak tahan mereka itu menahan rindunya maka
merekapun berciuman. Pada waktu itulah Datuk Maringgih mendapatkan mereka dan
terjadilah percekcokan, karena mendengar kata-kata yang pedas dari Syamsul
Bahri, maka Datuk Maringgih memukulkan tongkatnya sekeras-kerasnya kepada
Syamsul Bahri. Tetapi karena Syamsul Bahri menghindarkan dirinya diambil
menyeret Siti Nurbaya, maka pukulan datuk Maringgih tidak mengenai sasarannya.
Akibatnya tersungkurlah Datuk Maringgih. Dengan segera Syamsul Bahri
menendangnya, dan karena kesakitan, berteriaklah Datuk Maringgih minta tolong.
Mendengar teriakan Datuk Maringgih itulah maka pada saat itu juga keluarlah
Pendekar Lima dari persembunyiannya dengan bersenjatakan sebilah keris. Melihat Pendekar Lima membawa keris itu, berteriaklah
Siti Nurbaya sehingga teriakannya itu terdengar oleh para tetangga dan Baginda
Sulaeman yang sedang sakit itu, karena disangkanya Siti Nurbaya mendapat
kecelakaan maka bangkitlah Baginda Sulaeman dan segera ke tempat anaknya itu.
Tetapi karena kurang hati-hati, terperosoklah ia jatuh, sehingga seketika itu
juga Baginda Sulaeman meninggal. Ia dikebumikan di Gunung Padang. Pada waktu Pendekar Lima hendak menikam Syamsul Bahri,
menghindarlah Syamsul Bahri ke samping. Dan pada saat itu juga ia berhasil menyepak
tangan Pendekar Lima, sehingga keris yang ada di tangannya terlepas. Sementara
itu datanglah para tetangga yang mendengar teriakan Siti Nurbaya tadi. Melihat
mereka datang, larilah Pendekar Lima menyelinap ke tempat yang gelap.Di para
tetangga yang datang itu, kelihatan pula Sutan Mahmud Syah yang hendak
menyelesaikan peristiwa itu. Setelah ia mendengar penjelasan Datuk Maringgih
tentang soal anaknya itu, maka Syamsul Bahri oleh Sutan Mahmud Syah tanpa
dipikirkan masak-masak lebih dulu lagi. Pada malam hari itu juga secara
diam-diam pergilah Syamsul Bahri ke Teluk Bayur untuk naik kapal pergi ke
Jakarta. Pada pagi harinya ributlah Siti Mariam mencari anaknya. Setelah gagal
mencarinya di sana-sini, maka dengan sedihnya, pergilah Siti Maryam ke rumah saudaranya
di Padangpanjang. Di sana karena rasa kepedihannya itu, ia menjadi sakit-sakit
saja. Sejak kematian ayahnya, Siti Nurbaya
menujukan kekerasan hatinya kepada Datuk Maringgih. Ia berani mengusir Datuk
Maringgih dan tak mau mengakui suaminya lagi. Dengan rasa geram hati dan dendam
pulanglah Datuk Maringgih ke rumahnya. Ia berusaha hendak membunuh Siti
Nurbaya. Setelah peristiwa pertengkaran
dengan Datuk Maringgih itu Siti Nurbaya tinggal di rumah saudara sepupunya yang
bernama Alimah. Di rumah itulah Siti Nurbaya mendapat petunjuk-petunjuk dan
nasihat, antara lain ialah untuk menjaga keselamatan atas dirinya, Siti Nurbaya
dinasihati oleh Alimah agar pergi saja ke Jakarta, berkumpul dengan Syamsul
Bahri. Penunjuk dan nasihat Alimah sepenuhnya diterima oleh Siti Nurbaya dan
diputuskannya, akan pergi ke Jakarta bersama Pak Ali yang telah berhenti ikut
Sultan Mahmud Syah sejak pengusiaran diri atas Syamsul Bahri tersebut. Kepada
Syamsul Bahri pun ia memberitahukan kedatangannya itu. Tetapi malang bagi Siti
Nurbaya, karena percakapannya dengan Alimah tersebut dapat didengar oleh kaki
tangan Datuk Maringgih yang memang sengaja memata-matainya. Pada hari yang telah ditetapkan, berangkatlah Siti
Nurbaya dengan Pak Ali ke Teluk Bayur untuk segera naik kapal menuju Jakarta.
Mereka mengetahui bahwa perjalanan mereka diikuti oleh Pendekar Tiga dan
Pendekar Lima. Setelah Siti Nurbaya dan Pak Ali naik ke kapal dan mencari
tempat yang tersembunyi sekat Kapten kapal maka berkatalah Pendekar Lima kepada
Pendekar Tiga, bahwa ia akan mengikuti perjalanan Siti Nurbaya ke Jakarta,
sedang Pendekar Tiga disuruhnya pulang untuk memberitahukan peristiwa itu
kepada Datuk Maringgih. Setelah itu Pendekar Lima pun naik ke kapal dan mencari
tempat yang tersembunyi pula. Pada suatu
saat tatkala orang menjadi ribut akibat ombak yang sangat besar, pergilah
Pendekar Lima mencari tempat Siti Nurbaya. Setelah ia mendapati Siti Nurbaya,
iapun segera menyeret Siti Nurbaya hendak membuangnya ke laut. Melihat kejadian
itu Pak Ali membelanya, tetapi iapun
mendapat pukulan Pendekar Lima dan tak mampu melawannya karena Pendekar Lima
jauh lebih kuat daripadanya. Siti Nurbaya pun berteriak sekuat-kuatnya sampai
ia jatuh pingsan. Teriaknya itu terdengar oleh orang-orang yang ada dalam
kapal, lebih-lebih Kapten kapal itu. Karena takut ketehuan akan perbuatannya
itu, Pendekar Lima lari menyembunyikan dirinya. Siti Nurbaya akhirnya diangkut
orang ke suatu kamar untuk dirawatnya. Akhirnya kapal pun tiba di Jakarta. Di pelabuhan Tanjung Priok, Syamsul
Bahri sudah gelisah menantikan kedatangan kapal yang ditumpangi oleh kekasihnya
itu. Setelah kapal itu merapat ke darat, maka naiklah Syamsul Bahri ke kapal
dan mencari Siti Nurbaya. Alangkah terkejutnya tatkala ia mendengar dari Kapten
kapal dan Pak Ali tentang peristiwa yang terjadi atas diri Siti Nurbaya itu.
Dengan diantar Kapten kapal dan Pak Ali, pergilah Syamsul Bahri ke kamar Siti
Nurbaya dirawat. Disitu dijumpainya Siti Nurbaya yang masih dalam keadaan
payah. Pada saat itu tiba-tiba datanglah
polisi mencari Siti Nurbaya. Setelah berjumpa dengan Kapten kapal dan Syamsul
Bahri, diberitahukan kepada mereka itu bahwa kedatangannya mencari Siti Nurbaya
itu ialah atas perintah atasannya yang telah mendapat telegram dari Padang,
bahwa ada seorang wanita bernama Siti Nurbaya telah melarikan diri dengan
membawa barang-barang berharga milik suaminya dan diharapkan agar orang itu di
tahan dan dikirim kembali ke Padang. Mendengar itu mengertilah Syamsul Bahri
bahwa hal itu tidak lain akal busuk Datuk Maringgih belaka. Ia pun minta kepada
Polisi itu agar hal tersebut jangan diberitahukan dahulu kepada Siti Nurbaya,
mengingat akan kesehatannya yang menghawatirakan itu. Ia meminta kepada yang
berwajib agar kekasihnya itu dirawat dulu di Jakarta sampai sembuh sebelum kembali
ke Padang. Permintaan Syamsul Bahri itu dikabulkan setelah Dokter yang
memeriksanya menganggap akan perlunya perawatan atas diri Siti Nurbaya. Setelah
Siti Nurbaya sembuh, barulah diberitahukan hal telegram itu kepada kekasihnya.
Kabar itu diterima oleh Siri Nurbaya dengan senang hati. Ia bermaksud kembali
ke Padang untuk menyelesaikan masalah yang di dakwakan atas dirinya. Setelah
permintaan Syamsul Bahri kepada yang berwajib agar perkara kekasihnya itu
diperiksa di Jakarta saja tidak dikabulkan, maka pada hari yang ditentukan,
berangkatlah Siti Nurbaya ke Padang dengan diantar oleh yang berwajib. Dalam
pemeriksaan di Padang ternyata bahwa Siti Nurbaya tidak terbukti melakukan
kejahatan seperti yang telah didakwakan atas dirinya itu. Karena itulah Siti Nurbaya
di bebaskan dan disana ia tinggal di rumah Alimah Pada suatu hari walaupun tidak disetujui Alimah, Siti Nurbaya membeli
kue yang dijajakan oleh Pendekar Empat, kaki tangan Datuk Maringgih. Kue yang
sengaja disediakan khusus untuk Siti Nurbaya itu telah diisi racun. Setelah
penjaja kue itu pergi, Siti Nurbaya makan kue yang baru saja dibelinya. Setelah
makan kue itu terasa oleh Siti Nurbaya kepalanya pening. Tak lama kemudian Siti
Nurbaya meninggal secara mendadak itu, terkejutlah ibu Syamsul Bahri, yang pada
waktu itu sedang menderita sakit keras, sehingga menyebabkan kematiannya. Kedua
jenajah itu dikebumikan di Gunung Padang disamping makam Baginda Sulaeman. Kabar kematian Siti Mariam dan Siti Nurbaya itu juga
dikawatkan kepada Syamsul Bahri di Jakarta. Membaca telegram yang sangat
menyedihkan itu, Syamsul Bahri memutuskan untuk bunuh diri. Sebelum hal itu
dilakukannya ia menulis surat kepada guru dan kawan-kawannya, demikian pula
kepada ayahnya di Padang, untuk minta dari berpisah untuk selama-lamanya.
Kemudian dengan menyaku sebuah pistol, pergilah ia ke kantor pos bersama
Zainularifin untuk memasukan surat. Kabar yang sangat menyedihkan itu
dirahasiakan oleh Syamsul Bahri sehingga Zainularifin pun tidak mengetehuinya.
Sesampainya ke kantor pos Syamsul Bahri minta berpisah dengan Zainularifin
sengan alasan bahwa ia hendak pergi ke rumah seorang tuan yang telah
dijanjikannya. Zainularifin memperkenankannya, tetapi dengan tak setahu Syamsul
Bahri, ia menikuti gerak-gerik sahabatnya itu, karena mulai curiga akan maksud
sahabatnya itu. Pada suatu tempat di kegelapan,
Syamsul Bahri berhenti dan mengeluarkan pistolnya dan kemudian menghadapkan ke
kepalanya. Melihat itu Zainularifin segera mengejarnya sambil berteriak. Karena
teriakan Zainularifin itu, peluru yang telah meletus itu tidak mengenai
sasarannya. Akhirnya kabar tentang seorang murid Sekolah Dokter Jawa Di Jakarta
yang berasal dari Padang telah bunuh diri itu tersiar kemana-mana melalui surat
kabar. Kabar itu sampai di Padang dan di dengar oleh Sutan Mahmud dan Datuk
Maringgih. Karena perawatan yang baik,
sembuhlah Syamsul Bahri, ia minta kepada yang berwajib agar berita mengenai
dirinya yang masih hidup itu dirahasiakan setelah itu Syamsul Bahri berhenti
sekolah. Karena ia menginginkan mati, ia pun menjadi serdadu (tentara). Ia
dikirim kemana-mana antara lain ke Aceh untuk memadamkan kerusakan-kerusakan
yang terjadi di sana. Karena keberaniannya, makan dalam waktu sepuluh tahun
saja pangkat Syamsul Bahri dinaikan menjadi Letnan dengan nama Letnan Mas. Pada suatu hari Letnan Mas bersama kawannya bernama
Letnan Van Sta ditugasi memimpin anak buahnya memadamkan pemberontakkan
mengenai masalah balasting (pajak). Sesampainya di Padang dan sebelum terjadi
pertempuran, pergilah Letnan Mas ke makam ibu dan kekasihnya di Gunung Padang.
Dalam
pertempuran dengan pemberontak itu, bertemulah Letnan Mas dengan Datuk
Maringgih yang termasuk sebagai salah satu pemimpin pemberontak itu. Setelah
bercekcok sebentar, maka ditembaklah Datuk Maringgih oleh Letnan Mas, sehingga
menemui ajalnya. Tetapi sebelum meninggal Datuk Maringgih masih sempat
membalasnya. Dengan ayunan pedangnya, kenalah kepala Letnan Mas yang
menyebabkan ia rebah. Ia rebah di atas timbunan mayat, dan yang antara lain
terdapat mayat Pendekar Empat dan Pendekar Lima. Kemudian Letnan Mas pun
diangkut ke rumah sakit. Karena dirasakannya bahwa ia tak lama lagi hidup di
dunia ini, maka Letnan Mas minta tolong kepada dokter yang merawatnya agar
dipanggilkan penghulu di Padang yang bernama Sutan Mahmud Syah, karena
dikatakannya ada masalah yang sangat penting. Setelah Sutan Mahmud Syah datang,
maka Letnan Mas pun berkata kepadanya bahwa Syamsul Bahri masih hidup dan
sekarang berada di Padang untuk memadamkan pemberontakan, tetapi kini ia sedang
dirawat di rumah sakit karena luka-luka yang dideritanya. Dikatakannya pula
kepadanya, bahwa Syamsul Bahri sekarang bernama Mas, yakni kebalikan dari kata
Sam, dan berpangkat Letnan. Akhirnya disampaikan pula kepada Sutan Mahmud Syah,
bahwa pesan anaknya kalau ia meninggal, ia minta di kebumikan di gunung Padang
diantara makam Siti Nurbaya dan Siti Maryam. Setelah berkata itu, maka Letnan
Mas meninggal. Setelah hal itu ditanyakan oleh
Sutan Mahmud Syah kepada dokter yang merawatnya, barulah Sutan Mahmud Syah
mengetahui bahwa yang baru saja meninggal itu adalah anaknya sendiri, yakni
Letnan Mas alias Syamsul Bahri. Kemudian dengan upacara kebesaran, baik pihak
pemerintah maupun dari penduduk Padang, dinamakanlah jenazah Letnan Mas atau
Syamsul Bahri itu diantara makam Siti Maryam dan Siti Nurbaya seperti yang
dimintanya. Sepeninggal Syamsul Bahri, karena
sesal dan sedihnya maka meninggal pula Sutan Mahmud Syah beberapa hari
kemudian. Jenazahnya dikebumikan didekat makam isterinya, yakni Siti Maryam.
Dengan demikian di kuburan gunung Padang terdapat lima makam yang berjajar dan
berderet, yakni makam Baginda Sulaeman, Siti Nurbaya, Syamsul Bahri, Siti
Maryam dan Sutan Mahmud Syah. Dan di situlah kedua kekasih ini bertemu terakhir dan
bersama untuk selama-lamanya. Beberapa bulan kemudian berziarahlah Zainularifin dan
Baktiar telah lulus dalam ujiannya sehingga masing-masing telah menjadi dokter
san opzichter.
0 komentar:
Posting Komentar