Kecerdasan Ganda dan Gaya Belajar
Alkisah…
Terbetiklah sebuah kabar yang menggegerkan langit dan bumi. Kabar itu berasal dari dunia binatang. Menurut cerita, para binatang besar ingin membuat sekolah untuk para binatang kecil. Mereka, para binatang besar itu, memutuskan untuk menciptakan sebuat sekolah memanjat, terbang, berlari, berenang dan menggali.
Terbetiklah sebuah kabar yang menggegerkan langit dan bumi. Kabar itu berasal dari dunia binatang. Menurut cerita, para binatang besar ingin membuat sekolah untuk para binatang kecil. Mereka, para binatang besar itu, memutuskan untuk menciptakan sebuat sekolah memanjat, terbang, berlari, berenang dan menggali.
Anehnya, mereka tidak dapat
mengambil kata sepakat tentang subjek mana yang paling penting. Mereka akhirnya
memutuskan agar setiap murid mengikuti kurikulum yang sama. Jadi setiap murid
harus ikut mata pelajaran memanjat, terbang, berlari, berenang ataupun
menggali.
Kelinci adalah ahli berlari. Suatu
ketika kelinci ini hampir tenggelam saat mengikuti kelas berenang. Dan
pengalaman mengikuti kelas berenang itu ternyata mengguncang batinnya. Lama
kelamaan, karena sibuk mengurusi pelajaran berenang, si kelinci ini pun tak
pernah lagi dapat lari secepat sebelumnya.
Kemudian ada kejadian lain yang
cukup memusingkan pengelola sekolah. Seekor elang sangat pandai terbang. Namun
ketika mengikuti kelas menggali, si elang ini tidak mapmpu menjalani
tugas-tugas yang duberikan kepadanya. Dan akhirnya, ia pun harus mengikuti les
perbaikan menggali. Les itu ternyata menyita waktunya, sehingga ia pun
melupakan cara terbang yang sebelumnya sangat dikuasainya.
Demikianlah, kesulitan demi
kesulitan ternyata melanda juga pada binatang-binatang lain, seperti bebek,
burung pipit, dan ular. Para binatang itu tidak mempunyai kesempatan lagi untuk
berprestasi dalam bidang keahlian mereka masing-masing. Ini lantaran mereka
dipaksa melakukan hal-hal yang tidak menghargai sifat alami mereka.
*****
Fabel di atas merupakan gambaran dari persoalan-persoalan pembelajaran yang dihadapi oleh hampir setiap orang, tidak terkecuali bagi anak indigo dan indigo dewasa.
Fabel di atas merupakan gambaran dari persoalan-persoalan pembelajaran yang dihadapi oleh hampir setiap orang, tidak terkecuali bagi anak indigo dan indigo dewasa.
Bukan rahasia lagi bahwa anak indigo
seringkali mempunyai permasalahan dengan sistem belajar di sekolah pada
umumnya. Menurut Carroll dan Tober, anak-anak indigo mengalami kesulitan saat
masuk di sekolah-sekolah konvensional karena penolakan mereka terhadap
otoritas, lebih pandai daripada guru-guru mereka dan memiliki respon yang
kurang terhadap rasa bersalah.
Dalam penanganan yang kurang tepat
kreativitas anak indigo dan indigo dewasa dapat terhambat bahkan sering
didiagnosis mengalami ADHD (gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif).
Hal ini amat sangat disayangkan mengingat bahwa mereka memiliki kelebihan
dengan bakat yang luar biasa dibandingkan anak-anak pada umumnya.
Pada dasarnya keberhasilan belajar
seseorang – terlepas apakah ia indigo atau bukan- dipengaruhi oleh pemahaman
tentang dua hal yaitu KECERDASAN bawaan dan GAYA BELAJAR. Sehingga dengan
mengetahui KECERDASAN bawaannya serta mengetahui GAYA BELAJAR yang sesuai
dengannya, anak indigo dan indigo dewasa diharapkan dapat mengoptimalkan
potensi yang dimilikinya sehingga mampu menghasilkan karya-karya luar biasa.
SEMBILAN JENIS KECERDASAN
Dr. Howard Gardner menemukan sebuah
teori tentang kecerdasan. Ia mengatakan bahwa manusia lebih rumit daripada apa
yang dijelaskan dari tes IQ atau tes apapun itu. Ia juga mengatakan bahwa orang
yang berbeda memiliki kecerdasan yang berbeda.
Jenis kecerdasan pertama, kecerdasan
linguistik,
adalah kecerdasan dalam mengolah kata. Ini merupakan kecerdasan
para jurnalis, juru cerita, penyair, dan pengacara. Jenis pemikiran inilah yang
menghasilkan King Lear karya Shakespeare, Odyssey karya Homerus, dan Kisah Seribu
Satu Malam dari Arab. Orang yang cerdas dalam bidang ini dapat berargu-mentasi,
meyakinkan orang, menghibur, atau mengajar dengan efektif lewat kata-kata yang
diucapkannya. Mereka senang bermain-main dengan bunyi bahasa melalui teka-teki
kata, permainan kata (pun), dan tongue twister. Kadang-kadang mereka pun mahir
dalam hal-hal kecil, sebab mereka mampu mengingat berbagai fakta. Bisa jadi
mereka adalah ahli sastra. Mereka gemar sekali membaca, dapat menulis dengan
jelas, dan dapat mengartikan bahasa tulisan secara luas.
Jenis kecerdasan kedua,
Logis-matematis,
adalah kecerdasan dalam hal angka dan hgika. Ini merupakan
kecerdasan para ilmuwan, akuntan, dan pemrogram komputer. Newton menggunakan
kecerdasan ini ketika ia menemukan kalkulus. Demikian pula dengan Einstein
ketika ia menyu-sun teori relativitasnya. Ciri-ciri orang yang cerdas secara
logis-mate-matis mencakup kemampuan dalam penalaran, mengurutkan, berpikir
dalam pola sebab-akibat, menciptakan hipotesis, mencari keteraturan konseptual
atau pola numerik, dan pandangan hidupnya umumnya bersifat rasional.
Kecerdasan Spasial adalah jenis
kecerdasan yang ketiga,
mencakup berpikir dalam gambar, serta kemampuan untuk
mencerap, mengubah, dan menciptakan kembali berbagai macam aspek dunia
visual-spasial. Kecerdasan ini merupakan kecerdasan para arsitek, fotografer,
artis, pilot, dan insinyur mesin. Siapa pun yang merancang piramida di Mesir,
pasti mempunyai kecerdasan ini. Demikian pula dengan tokoh-tokoh seperti Thomas
Edison, Pablo Picasso, dan Ansel Adams. Orang dengan tingkat kecerdasan spasial
yang tinggi hampir selalu mempunyai kepekaan yang tajam terhadap detail visual
dan dapat menggambarkan sesuatu dengan begitu hidup, melukis atau membuat
sketsa ide secara jelas, serta dengan mudah menyesuaikan orientasi dalam ruang
tiga dimensi.
Kecerdasan musikal adalah jenis
kecerdasan keempat.
Ciri utama kecerdasan ini adalah kemampuan untuk mencerap,
menghargai, dan menciptakan irama dan melodi. Bach, Beethoven, atau Brahms, dan
juga pemain gamelan Bali atau penyanyi cerita epik Yugoslavia, se-muanya
mempunyai kecerdasan ini. Kecerdasan musikal juga dimiliki orang yang peka
nada, dapat menyanyikan lagu dengan tepat, dapat mengikuti irama musik, dan
yang mendengarkan berbagai karya musik dengan tingkat ketajaman tertentu.
Kecerdasan kelima,
kinestetik-jasmani,
adalah kecerdasan fisik. Kecerdasan ini mencakup bakat
dalam mengendalikan gerak tubuh dan keterampilan dalam menangani benda. Atlet,
pengrajin, montir, dan ahli bedah mempunyai kecerdasan kinestetik-jasmani
tingkat tinggi. Demikian pula Charlie Chaplin, yang memanfaatkan kecerdasan
ini untuk melakukan gerakan tap dance sebagai “Little Tramp”. Orang dengan
kecerdasan fisik memiliki keterampilan dalam menjahit, bertukang, atau merakit
model. Mereka juga menikmati kegiatan fisik, seperti berjalan kaki, menari,
berlari, berkemah, berenang, atau berperahu. Mereka adalah orang-orang yang
cekatan, indra perabanya sangat peka, tidak bisa tinggal diam, dan berminat
atas segala sesuatu.
Kecerdasan keenam adalah kecerdasan
Antarpribadi.
Ini adalah kemampuan untuk memahami dan bekerja sama dengan
orang lain. Kecerdasan ini terutama menuntut kemampuan untuk mencerap dan
tanggap terhadap suasana hati, perangai, niat, dan hasrat orang lain.
Direktur sosial sebuah kapal pesiar harus mempunyai kecerdasan ini, sama
halnya dengan pemimpin perusahaan besar. Seseorang yang mempunyai kecerdasan
antarpribadi bisa mempunyai rasa belas kasihan dan tanggung jawab sosial yang
besar seperti Mahatma Gandhi, atau bisa juga suka memanipulasi dan licik
seperti Machiavelli. Namun, mereka semua mempunyai kemampuan untuk memahami
orang lain dan melihat dunia dari sudut pandang orang yang bersangkutan. Oleh
karena itu, mereka dapat menjadi networker, perunding, dan guru yang ulung.
Kecerdasan Ketujuh adalah kecerdasan
Intrapribadi atau kecerdasan dalam diri sendiri.
Orang yang kecerdasan
intrapribadinya sangat baik dapat dengan mudah mengakses perasaannya sendiri,
membedakan berbagai macam keadaan emosi, dan menggunakan pemahamannya sendiri
untuk memperkaya dan membimbing hidupnya. Contoh orang yang mempunyai
kecerdasan ini, yaitu konselor, ahli teologi, dan wirausahawan. Mereka sangat
mawas diri dan suka bermeditasi, berkontemplasi, atau bentuk lain penelusuran
jiwa yang mendalam. Sebaliknya, mereka juga sangat mandiri, sangat terfokus
pada tujuan, dan sangat disiplin. Secara garis besar, mereka merupakan orang
yang gemar bela-jar sendiri dan lebih suka bekerja sendiri daripada bekerja
dengan orang lain. (Armstrong: 1999: 3-6)
Kecerdasan kedelapan, Kecerdasan
Naturalis (Lingkungan).
Gardner menjelaskan inteligensi lingkungan sebagai
kemampuan seseorang untuk dapat mengerti flora dan fauna dengan baik, dapat
membuat distingsi konsekuensial lain dalam alam natural; kemampuan untuk memahami
dan menikmati alam; dan menggunakan kemampuan itu secara produktif dalam
berburu, bertani, dan mengembangkan pengetahuan akan alam. Orang yang punya inteligensi
lingkungan tinggi biasanya mampu hidup di luar rumah, dapat berkawan dan
berhubungan baik dengan alam, mudah membuat identifikasi dan kla-sifikasi
tanaman dan binatang. Orang ini mempunyai kemampuan mengenal sifat dan tingkah
laku binatang, biasanya mencintai lingkungan, dan tidak suka merusak lingkungan
hidup. Salah satu contoh orang yang mungkin punya inteligensi lingkungan tinggi
adalah Charles Darwin. Kemampuan Darwin untuk mengidentifikasi dan
mengklasifikasi serangga, burung, ikan, mamalia, membantunya mengembangkan
teori evolusi. Inteligensi lingkungan masih dalam
penelitian lebih lanjut karena masih ada yang merasa bahwa inteligensi ini
sudah termasuk dalam inteligensi matematis-logis. Namun, Gardner berpendapat
bahwa inteligensi ini memang berbeda dengan inteligensi matematis-logis.
Kecerdasan kesembilan, Kecerdasan
Eksistensial,
intelegensi ini menyangkut kemampuan seseorang untuk menjawab
persoalan-persoalan terdalam eksistensi atau keberadaan manusia. Orang tidak
puas hanya menerima keadaannya, keberadaannya secara otomatis, tetapi mencoba
menyadarinya dan mencari jawaban yang ter¬dalam. Pertanyaan itu antara lain:
mengapa aku ada, mengapa aku mati, apa makna dari hidup ini, bagaimana kita
sampai ke tujuan hidup. Inteligensi ini tampaknya sangat berkembang pada banyak
filsuf, terlebih filsuf eksistensialis yang selalu mempertanyakan dan mencoba
menjawab persoalan eksistensi hidup manusia. Filsuf-filsuf seperti Sokrates,
Plato, Al-Farabi, Ibn Sina, Al-Kindi, Ibn Rusyd, Thomas Aquinas, Descartes,
Kant, Sartre, Nietzsche termasuk mempunyai inteligensi eksistensial tinggi. Anak yang menonjol dengan
inteligensi eksistensial akan mempersoalkan keberadaannya di tengah alam raya
yang besar ini. Mengapa kita ada di sini? Apa peran kita dalam dunia yang besar
ini? Mengapa aku ada di sekolah, di tengah teman-teman, untuk apa ini semua?
Anak yang menonjol di sini sering kali mengajukan pertanyaan yang jarang
dipikirkan orang, termasuk gurunya sendiri. Misalnya, tiba-tiba ia bertanya,
“Apa manusia semua akan mati? Kalau semua akan mati, untuk apa aku hidup?”
TIGA JENIS GAYA BELAJAR
Dalam buku Quantum Learning
dipaparkan 3 modalitas belajar seseorang yaitu :
“modalitas visual, auditori atau kinestetik (V-A-K). Walaupun masing2 dari kita belajar dengan menggunakan ketiga modlaitas ini pada tahapan tertentu, kebanyakan orang lebih cenderung pada salah satu di antara ketiganya”.
“modalitas visual, auditori atau kinestetik (V-A-K). Walaupun masing2 dari kita belajar dengan menggunakan ketiga modlaitas ini pada tahapan tertentu, kebanyakan orang lebih cenderung pada salah satu di antara ketiganya”.
1. Visual (belajar dengan cara
melihat)
Lirikan keatas bila berbicara,
berbicara dengan cepat.
Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata / penglihatan ( visual ), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak / dititikberatkan pada peragaan / media, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.
Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata / penglihatan ( visual ), dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak / dititikberatkan pada peragaan / media, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.
Ciri-ciri gaya belajar visual :
1. Bicara agak cepat
2. Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi
3. Tidak mudah terganggu oleh keributan
4. Mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar
5. Lebih suka membaca dari pada dibacakan
6. Pembaca cepat dan tekun
7. Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai memilih kata-kata
8. Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada pidato
9. Lebih suka musik dari pada seni
10. Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya
1. Bicara agak cepat
2. Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi
3. Tidak mudah terganggu oleh keributan
4. Mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar
5. Lebih suka membaca dari pada dibacakan
6. Pembaca cepat dan tekun
7. Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai memilih kata-kata
8. Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada pidato
9. Lebih suka musik dari pada seni
10. Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya
Strategi untuk mempermudah proses
belajar anak visual :
1. Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta
2. Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting.
3. Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.
4. Gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video).
5. Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.
1. Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta
2. Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting.
3. Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.
4. Gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video).
5. Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.
2. Auditori (belajar dengan cara
mendengar)
Lirikan kekiri/kekanan mendatar bila
berbicara, berbicara sedang2 saja.
Siswa yang bertipe auditori
mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga ( alat pendengarannya ),
untuk itu maka guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya hingga ke alat
pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih
cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan.
Anak auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch
(tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi
tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori
mendengarkannya. Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat
dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.
Ciri-ciri gaya belajar auditori :
1. Saat bekerja suka bicaa kepada
diri sendiri
2. Penampilan rapi
3. Mudah terganggu oleh keributan
4. Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat
5. Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
6. Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
7. Biasanya ia pembicara yang fasih
8. Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
9. Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
10. Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual
11. Berbicara dalam irama yang terpola
12. Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara
2. Penampilan rapi
3. Mudah terganggu oleh keributan
4. Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat
5. Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
6. Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
7. Biasanya ia pembicara yang fasih
8. Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
9. Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
10. Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual
11. Berbicara dalam irama yang terpola
12. Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara
Strategi untuk mempermudah proses
belajar anak auditori :
1. Ajak anak untuk ikut
berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas maupun di dalam keluarga.
2. Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras.
3. Gunakan musik untuk mengajarkan anak.
4. Diskusikan ide dengan anak secara verbal.
5. Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia untuk mendengarkannya sebelum tidur.
2. Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras.
3. Gunakan musik untuk mengajarkan anak.
4. Diskusikan ide dengan anak secara verbal.
5. Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia untuk mendengarkannya sebelum tidur.
3. Kinestetik (belajar dengan cara
bergerak, bekerja dan menyentuh)
Lirikan kebawah bila berbicara,
berbicara lebih lambat.
Anak yang mempunyai gaya belajar
kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Anak seperti ini
sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas
dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya
melalui gerak dan sentuhan.
Ciri-ciri gaya belajar kinestetik :
1. Berbicara perlahan
2. Penampilan rapi
3. Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan
4. Belajar melalui memanipulasi dan praktek
5. Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
6. Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
7. Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita
8. Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
9. Menyukai permainan yang menyibukkan
10. Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah berada di tempat itu
11. Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi
1. Berbicara perlahan
2. Penampilan rapi
3. Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan
4. Belajar melalui memanipulasi dan praktek
5. Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
6. Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca
7. Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita
8. Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca
9. Menyukai permainan yang menyibukkan
10. Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah berada di tempat itu
11. Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi
Strategi untuk mempermudah proses
belajar anak kinestetik:
1. Jangan paksakan anak untuk
belajar sampai berjam-jam
2. Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak dia baca sambil bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep baru).
3. Izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar.
4. Gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting dalam bacaan.
5. Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.
2. Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak dia baca sambil bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep baru).
3. Izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar.
4. Gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting dalam bacaan.
5. Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.
0 komentar:
Posting Komentar